Rabu, 05 Maret 2014

Berapakah Tarif untuk Masuk Surga?

Berapakah Tarif untuk Masuk Surga?

Diposkan oleh Admin BeDa pada Rabu, 05 Maret 2014 | 14.12 WIB

Indahnya alam (islamicity.com)
Ibrahim bin ‘Adham adalah salah satu ‘alim yang banyak memberikan kita pelajaran kehidupan. Utamanya tentang perenungan-perenungan hidup guna bekal kita di kehidupan yang abadi, kelak di akhirat. Pemikiran-pemikiran dan hikmah yang dihasilkannya, selalu layak untuk dijadikan pelajaran, agar diri lebih arif dalam memaknai hidup yang sementara ini. Dan, sebagai sarana mengumpulkan sebanyak-banyaknya bekal untuk kehidupan selepas mati.

Suatu ketika, dalam sebuah perjalanan, beliau hendak membuang hajat di toilet umum. Serta merta, beliau mendatangi petugas yang berjaga di dekat pintu masuk toilet. Lantaran terburu-buru, beliau dicegat oleh penjaga yang tidak mengenalinya itu, “Hai, Bapak Tua! Mau kemana? Bayar dulu sebelum masuk!” Tidak sopan. Tapi begitulah tabiat orang yang tidak mengerti namun sok tahu. Jangankan kepada ‘alim, kepada sesamanya saja kadang berlaku tak santun.

Dalam jenak, Ibrahim bin ‘Adham terdiam. Lalu, meneteskan air mata. Kemudian menangis. Penjaga yang pongah itu malah kebingungan. Ditagih uang masuk toilet, kok malah menangis? Begitu pikirnya. Lantas dengan bahasa yang tak kalah pongahnya, penjaga itu kembali melancarkan penghakimannya, “Oya, Pak Tua! Kau pasti tidak punya uang. Sehingga menangis ketika kutagih uang masuk toilet. Kalau begitu, masuk sajalah. Tak usah bayar. Kasihan.”

Belum selesai secara sempurna ucapan penjaga toilet yang pongah itu, Ibrahim kemudian menjawab, “Maaf, tuan. Aku menangis bukan lantaran tidak bisa membayar uang masuk toilet,” jawab ulama’ itu, santun. “Lantas, apa yang membuatmu menangis?” sambar sang penjaga. “Aku menangis karena mengingat satu hal; jika masuk toilet saja ada tarifnya, lalu berapa banyak tarif yang harus kubayarkan jika aku ingin masuk ke dalam surganya Allah?” Jawabnya santun. Tapi mengena. Si penjaga pongah itu hanya terdiam. Malu yang bertambah-tambah.

Pernahkah terlintas dalam benak kita pertanyaan sejenis itu? Jika masuk toilet saja harus membayar, berapakah tarif yang harus kita setorkan jika berhajat masuk ke dalam surga? Jikapun kemudian sempat terpikir, sudah berapa banyak ongkos yang kita kumpulkan agar benar-benar bisa masuk ke dalam tempat yang paling menyenangkan itu? Sebuah tempat penuh kenikmatan, yang luasnya seluas langit dan bumi. Bahkan, lebih luas lagi.

Surga adalah hadiah yang diupayakan. Tak mungkin diberikan jika kita tak layak untuknya. Layak atau tidak, adalah hak prerogatif Sang Pencipta. Kriterianya ada di dalam Al-Qur’an dan sunnah RasulNya. Maka surga, selamanya menjadi gaib dan sangat susah dipastikan. Bahkan, orang yang di dunia ini nampak ‘alim dan banyak beramal, belum tentu dimasukkan ke dalamnya. Pun, dengan orang yang ketika di dunia ini terlihat biasa-biasa saja, kemudian atas rahmat dari Allah orang tersebut mati dalam keadaan khusnul khotimah, justru orang tersebut yang dimasukkan ke dalam surga.

Persis seperti cerita seorang pelacur yang masuk surga ‘hanya’ karena memberikan minum untuk anjing yang kehausan. Atau, pembunuh 100 orang yang masuk surga, padahal mati di tengah perjalanan menuju tempat seorang ‘alim untuk meminta nasehat. Dari sudut pandang sebaliknya, kita justru dibuat terhenyak ketika membaca seorang ‘alim yang mempunyai banyak murid, kemudian menyombongkan diri, lalu tergoda oleh iblis hingga meminum arak, melakukan pemerkosaan, membunuh korbannya dan kemudian mati dalam keadaan menyembah iblis.

Kisah-kisah seperti ini, hendaknya membuat diri semakin mengerti. Bahwa surga memang dijaminkan oleh Allah untuk siapa yang bertaqwa. Pertanyaannya, seberapa bagus kualitas taqwa kita? Dan, cukupkah itu semua untuk ditukar dengan tarif untuk masuk surga? Bukankah Rasul sudah memberikan petunjuk, bahwa amal kita, sebanyak apapun, tak kan mungkin bisa memasukkan pelakunya ke dalam tempat penuh kenikmatan itu. Hanya lantaran rahmat Allah-lah, seseorang pantas dimasukkan ke dalam surga dan menikmati semua bonus atas ketaatan yang dijalankannya di sepanjang kehidupan dunia.

Tentu, hal itu bukan menjadi pembenaran bagi diri untuk bermalas-malasan dalam beramal. Karena dengan amal-amal tersebut, insya Allah, bisa menjadi penyebab bagi kita agar Allah memberikan rahmatNya. Dengan kesadaran seperti itu, insya Allah, kita akan semakin bersemangat dalam berlomba menimbun amal shalih, guna kebahagiaan di dunia dan akhirat kita kelak.

Lantaran tak tahu amalan mana yang diterima oleh Allah dan menjadi sebab diturunkannya rahmat sebagai tiket masuk surga, maka sudah selayaknya bagi kita untuk terus menerus melakukan yang terbaik, di sepanjang kehidupan kita. Karena surga dan ridhoNya, adalah balasan tertinggi bagi siapa yang beriman dan bertaqwa kepadaNya. “Ya Allah, sesungguhnya kami meminta ridho dan surgaMu. Dan kami berlindung kepadaMu dari dahsyatnya siksa neraka.” Aamiin. []

Senin, 03 Maret 2014

3 Keutamaan Shalat Dhuha

3 Keutamaan Shalat Dhuha

Shalat Dhuha (foto Teamhijrah.my)
Shalat Dhuha memiliki keutamaan yang luar biasa. Berikut ini hadits-hadits yang menunjukkan 3 keutamaan shalat Dhuha:

1. Shalat Dhuha 2 rakaat senilai 360 sedekah

يُصْبِحُ عَلَى كُلِّ سُلاَمَى مِنْ أَحَدِكُمْ صَدَقَةٌ فَكُلُّ تَسْبِيحَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَحْمِيدَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَهْلِيلَةٍ صَدَقَةٌ وَكُلُّ تَكْبِيرَةٍ صَدَقَةٌ وَأَمْرٌ بِالْمَعْرُوفِ صَدَقَةٌ وَنَهْىٌ عَنِ الْمُنْكَرِ صَدَقَةٌ وَيُجْزِئُ مِنْ ذَلِكَ رَكْعَتَانِ يَرْكَعُهُمَا مِنَ الضُّحَى

“Setiap pagi, setiap ruas anggota badan kalian wajib dikeluarkan shadaqahnya. Setiap tasbih adalah shadaqah, setiap tahmid adalah shadaqah, setiap tahlil adalah shadaqah, setiap takbir adalah shadaqah, menyuruh kepada kebaikan adalah shadaqah, dan melarang berbuat munkar adalah shadaqah. Semua itu dapat diganti dengan shalat dhuha dua rakaat.” (HR. Muslim)

فِى الإِنْسَانِ ثَلاَثُمِائَةٍ وَسِتُّونَ مَفْصِلاً فَعَلَيْهِ أَنْ يَتَصَدَّقَ عَنْ كُلِّ مَفْصِلٍ مِنْهُ بِصَدَقَةٍ. قَالُوا وَمَنْ يُطِيقُ ذَلِكَ يَا نَبِىَّ اللَّهِ قَالَ النُّخَاعَةُ فِى الْمَسْجِدِ تَدْفِنُهَا وَالشَّىْءُ تُنَحِّيهِ عَنِ الطَّرِيقِ فَإِنْ لَمْ تَجِدْ فَرَكْعَتَا الضُّحَى تُجْزِئُكَ

“Di dalam tubuh manusia terdapat tiga ratus enam puluh sendi, yang seluruhnya harus dikeluarkan shadaqahnya.” Mereka (para sahabat) bertanya, “Siapakah yang mampu melakukan itu wahai Nabiyullah?” Beliau menjawab, “Engkau membersihkan dahak yang ada di dalam masjid adalah shadaqah, engkau menyingkirkan sesuatu yang mengganggu dari jalan adalah shadaqah. Maka jika engkau tidak menemukannya (shadaqah sebanyak itu), maka dua raka’at Dhuha sudah mencukupimu.” (HR. Abu Dawud)

2. Shalat Dhuha 4 rakaat membawa kecukupan sepanjang hari

يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يَا ابْنَ آدَمَ لاَ تُعْجِزْنِى مِنْ أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ فِى أَوَّلِ نَهَارِكَ أَكْفِكَ آخِرَهُ

Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, “Wahai anak Adam, janganlah engkau luput dari empat rakaat di awal harimu, niscaya Aku cukupkan untukmu di sepanjang hari itu.” (HR. Ahmad)

3. Menjaga shalat Dhuha dicatat sebagai awwabiin

لا يحافظ على صلاة الضحى إلا أواب وهي صلاة الأوابين
“Tidaklah menjaga shalat sunnah Dhuha melainkan awwab (orang yang kembali taat). Inilah shalat awwabin.” (HR. Ibnu Khuzaimah; hasan)

Demikian 3 keutamaan Shalat Dhuha, semoga semakin menguatkan kita dalam mengamalkan salah satu sunnah Nabi ini. 

Minggu, 02 Maret 2014

Kiat untuk dapat memberikan kontribusi dakwah


Untuk dapat mendorong dirinya memberikan kontribusinya dalam dakwah, aktivis dakwah perlu mengupayakan kiat-kiat jitu dalam berkorban. Pertama, biasakan diri untuk memberikan kontribusi setiap hari meskipun dalam jumlah yang kecil. Sedapatnya bisa berkorban baik harta, waktu, dan tenaga setiap hari, pekan ataupun waktu-waktu lainnya. Kalau perlu dengan ukuran yang jelas, misalnya satu hari memberikan kontribusinya untuk dakwah Rp 1.000 atau dua jam dari waktunya atau satu gagasannya. Sehingga apa yang ia berikan dapat terukur. Untuk dapat membiasakannya bila perlu memberikan sanksi jika meninggalkan kebiasaan tersebut. Seperti Umar menyumbangkan kebunnya karena tidak shalat berjamaah. Ibnu Umar memperpanjang shalatnya bila tidak berjamaah. Rasulullah saw. mengerjakan shalat dhuha 12 rakaat bila meninggalkan qiyamullail.

Kedua, meningkatkan kemampuan visualisasi terhadap balasan dan ganjaran dunia dan akhirat. Apalagi balasan yang dijanjikan-Nya sangat besar, Allah swt. akan memberikan kedudukan yang kokoh di dunia atas segala kontribusi yang diberikan (An-Nuur: 55). Allah swt. juga memandang mulia orang yang berkorban, bahkan derajatnya ditinggikan dari orang yang lainnya (An-Nisaa’: 95). Keyakinan akan balasan dan ganjaran yang diberikan akan memudahkan orang akan menyumbangkan apa saja yang dimilikinya.

Ketiga, selalu bercermin pada orang lain dalam berkorban. Orang beriman akan menjadi cermin bagi yang lainnya. Dengan senantiasa melihat apa yang dilakukan yang lain. Paling tidak dapat memberikan dorongan untuk melakukan seperti yang dilakukan orang lain. Tidak jarang para sahabat berlomba-lomba untuk melakukan kebaikan lantaran bercermin dari sahabat lainnya.

Keempat, selalu meyakini bahwa setiap pengorbanan yang diberikan akan memberikan manfaat yang sangat besar baik bagi dirinya ataupun yang lain. Keyakinan yang demikian akan mendorong untuk selalu berbuat. Sebab, betapa banyaknya orang yang dapat menikmati atau mengambil faedah dari apa yang kita lakukan. Sebagaimana ditemukan sebuah penelitian, para pekerja pembuat obat di pabrik tidak jadi melakukan mogok kerja karena mereka melihat langsung bahwa banyak pasien di rumah sakit yang sangat membutuhkan obat yang mereka buat.

Kelima, senantiasa berdoa pada Allah swt. agar dimudahkan untuk selalu berkorban. Karena Allah swt. pemilik hati orang beriman sehingga dengan berdoa diharapkan hati kita senantiasa berada di barisan terdepan untuk memberikan kontribusi bagi kemenangan dakwah. Dengan berdoa dapat bertahan untuk memperjuangkan dakwah hingga akhir hayat kita.

“Ceriterakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): “Aku pasti membunuhmu!” Berkata Habil: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa”. (Al-Maidah:27)

Untuk meraih Pertolongan Allah

"Untuk Meraih Pertolongan Allah swt"
Meskipun orang yang beriman meyakini bahwa pertolongan Allah pasti akan datang, tetapi pertolongan-Nya tidak boleh diartikan sebagai sebuah ‘keajaiban dari langit’ yang datang dengan tiba-tiba dan begitu saja. Sekalipun hal itu bisa saja terjadi menurut kehendak Allah swt.
Namun pertolongan Allah itu harus diartikan sebagai respon-Nya terhadap upaya-upaya yang dilakukan oleh para hamba-Nya dalam memberikan perhatian dan pengorbanannya kepada dakwah. Firman Allah swt., “Jika kamu menolong (agama) Allah niscaya Allah akan menolong kamu dan meneguhkan langkah-langkah kamu.” (Muhammad: 7)
Oleh karena itu, untuk meraih pertolongan Allah, perlu mencari penyebab datangnya. Salah satu yang melatarbelakanginya adalah dengan memberikan kontribusi terhadap dakwah ini. Apalagi di saat dakwah ini menghadapi rintangan dari musuh-musuhnya. Situasi seperti inilah kontribusi aktivis dakwah dapat menjadi pintu untuk pertolongan-Nya. Terlebih-lebih dalam situasi yang pelik dan terjepit. “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat”. (Al-Baqarah: 214)

SILAHKAN SHARE POSTING INI KE JEJARING SOSIAL DIBAWAH

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites Temanku