H.Muhammad Al Ghazali Lc MHi
cylibder pict
Kamis, 10 September 2015
H.Muhammad Al Ghazali Lc MHi: Khutbah Jum'at11 September 2015Allah Telah Mewajib...
Rabu, 05 Maret 2014
Berapakah Tarif untuk Masuk Surga?
Berapakah Tarif untuk Masuk Surga?
Diposkan oleh Admin BeDa pada Rabu, 05 Maret 2014 | 14.12 WIB
Suatu ketika, dalam sebuah perjalanan, beliau hendak membuang hajat di toilet umum. Serta merta, beliau mendatangi petugas yang berjaga di dekat pintu masuk toilet. Lantaran terburu-buru, beliau dicegat oleh penjaga yang tidak mengenalinya itu, “Hai, Bapak Tua! Mau kemana? Bayar dulu sebelum masuk!” Tidak sopan. Tapi begitulah tabiat orang yang tidak mengerti namun sok tahu. Jangankan kepada ‘alim, kepada sesamanya saja kadang berlaku tak santun.
Dalam jenak, Ibrahim bin ‘Adham terdiam. Lalu, meneteskan air mata. Kemudian menangis. Penjaga yang pongah itu malah kebingungan. Ditagih uang masuk toilet, kok malah menangis? Begitu pikirnya. Lantas dengan bahasa yang tak kalah pongahnya, penjaga itu kembali melancarkan penghakimannya, “Oya, Pak Tua! Kau pasti tidak punya uang. Sehingga menangis ketika kutagih uang masuk toilet. Kalau begitu, masuk sajalah. Tak usah bayar. Kasihan.”
Belum selesai secara sempurna ucapan penjaga toilet yang pongah itu, Ibrahim kemudian menjawab, “Maaf, tuan. Aku menangis bukan lantaran tidak bisa membayar uang masuk toilet,” jawab ulama’ itu, santun. “Lantas, apa yang membuatmu menangis?” sambar sang penjaga. “Aku menangis karena mengingat satu hal; jika masuk toilet saja ada tarifnya, lalu berapa banyak tarif yang harus kubayarkan jika aku ingin masuk ke dalam surganya Allah?” Jawabnya santun. Tapi mengena. Si penjaga pongah itu hanya terdiam. Malu yang bertambah-tambah.
Pernahkah terlintas dalam benak kita pertanyaan sejenis itu? Jika masuk toilet saja harus membayar, berapakah tarif yang harus kita setorkan jika berhajat masuk ke dalam surga? Jikapun kemudian sempat terpikir, sudah berapa banyak ongkos yang kita kumpulkan agar benar-benar bisa masuk ke dalam tempat yang paling menyenangkan itu? Sebuah tempat penuh kenikmatan, yang luasnya seluas langit dan bumi. Bahkan, lebih luas lagi.
Surga adalah hadiah yang diupayakan. Tak mungkin diberikan jika kita tak layak untuknya. Layak atau tidak, adalah hak prerogatif Sang Pencipta. Kriterianya ada di dalam Al-Qur’an dan sunnah RasulNya. Maka surga, selamanya menjadi gaib dan sangat susah dipastikan. Bahkan, orang yang di dunia ini nampak ‘alim dan banyak beramal, belum tentu dimasukkan ke dalamnya. Pun, dengan orang yang ketika di dunia ini terlihat biasa-biasa saja, kemudian atas rahmat dari Allah orang tersebut mati dalam keadaan khusnul khotimah, justru orang tersebut yang dimasukkan ke dalam surga.
Persis seperti cerita seorang pelacur yang masuk surga ‘hanya’ karena memberikan minum untuk anjing yang kehausan. Atau, pembunuh 100 orang yang masuk surga, padahal mati di tengah perjalanan menuju tempat seorang ‘alim untuk meminta nasehat. Dari sudut pandang sebaliknya, kita justru dibuat terhenyak ketika membaca seorang ‘alim yang mempunyai banyak murid, kemudian menyombongkan diri, lalu tergoda oleh iblis hingga meminum arak, melakukan pemerkosaan, membunuh korbannya dan kemudian mati dalam keadaan menyembah iblis.
Kisah-kisah seperti ini, hendaknya membuat diri semakin mengerti. Bahwa surga memang dijaminkan oleh Allah untuk siapa yang bertaqwa. Pertanyaannya, seberapa bagus kualitas taqwa kita? Dan, cukupkah itu semua untuk ditukar dengan tarif untuk masuk surga? Bukankah Rasul sudah memberikan petunjuk, bahwa amal kita, sebanyak apapun, tak kan mungkin bisa memasukkan pelakunya ke dalam tempat penuh kenikmatan itu. Hanya lantaran rahmat Allah-lah, seseorang pantas dimasukkan ke dalam surga dan menikmati semua bonus atas ketaatan yang dijalankannya di sepanjang kehidupan dunia.
Tentu, hal itu bukan menjadi pembenaran bagi diri untuk bermalas-malasan dalam beramal. Karena dengan amal-amal tersebut, insya Allah, bisa menjadi penyebab bagi kita agar Allah memberikan rahmatNya. Dengan kesadaran seperti itu, insya Allah, kita akan semakin bersemangat dalam berlomba menimbun amal shalih, guna kebahagiaan di dunia dan akhirat kita kelak.
Lantaran tak tahu amalan mana yang diterima oleh Allah dan menjadi sebab diturunkannya rahmat sebagai tiket masuk surga, maka sudah selayaknya bagi kita untuk terus menerus melakukan yang terbaik, di sepanjang kehidupan kita. Karena surga dan ridhoNya, adalah balasan tertinggi bagi siapa yang beriman dan bertaqwa kepadaNya. “Ya Allah, sesungguhnya kami meminta ridho dan surgaMu. Dan kami berlindung kepadaMu dari dahsyatnya siksa neraka.” Aamiin. []
Senin, 03 Maret 2014
3 Keutamaan Shalat Dhuha
3 Keutamaan Shalat Dhuha
Minggu, 02 Maret 2014
Kiat untuk dapat memberikan kontribusi dakwah
Untuk dapat mendorong dirinya memberikan kontribusinya dalam dakwah, aktivis dakwah perlu mengupayakan kiat-kiat jitu dalam berkorban. Pertama, biasakan diri untuk memberikan kontribusi setiap hari meskipun dalam jumlah yang kecil. Sedapatnya bisa berkorban baik harta, waktu, dan tenaga setiap hari, pekan ataupun waktu-waktu lainnya. Kalau perlu dengan ukuran yang jelas, misalnya satu hari memberikan kontribusinya untuk dakwah Rp 1.000 atau dua jam dari waktunya atau satu gagasannya. Sehingga apa yang ia berikan dapat terukur. Untuk dapat membiasakannya bila perlu memberikan sanksi jika meninggalkan kebiasaan tersebut. Seperti Umar menyumbangkan kebunnya karena tidak shalat berjamaah. Ibnu Umar memperpanjang shalatnya bila tidak berjamaah. Rasulullah saw. mengerjakan shalat dhuha 12 rakaat bila meninggalkan qiyamullail.
Kedua, meningkatkan kemampuan visualisasi terhadap balasan dan ganjaran dunia dan akhirat. Apalagi balasan yang dijanjikan-Nya sangat besar, Allah swt. akan memberikan kedudukan yang kokoh di dunia atas segala kontribusi yang diberikan (An-Nuur: 55). Allah swt. juga memandang mulia orang yang berkorban, bahkan derajatnya ditinggikan dari orang yang lainnya (An-Nisaa’: 95). Keyakinan akan balasan dan ganjaran yang diberikan akan memudahkan orang akan menyumbangkan apa saja yang dimilikinya.
Ketiga, selalu bercermin pada orang lain dalam berkorban. Orang beriman akan menjadi cermin bagi yang lainnya. Dengan senantiasa melihat apa yang dilakukan yang lain. Paling tidak dapat memberikan dorongan untuk melakukan seperti yang dilakukan orang lain. Tidak jarang para sahabat berlomba-lomba untuk melakukan kebaikan lantaran bercermin dari sahabat lainnya.
Keempat, selalu meyakini bahwa setiap pengorbanan yang diberikan akan memberikan manfaat yang sangat besar baik bagi dirinya ataupun yang lain. Keyakinan yang demikian akan mendorong untuk selalu berbuat. Sebab, betapa banyaknya orang yang dapat menikmati atau mengambil faedah dari apa yang kita lakukan. Sebagaimana ditemukan sebuah penelitian, para pekerja pembuat obat di pabrik tidak jadi melakukan mogok kerja karena mereka melihat langsung bahwa banyak pasien di rumah sakit yang sangat membutuhkan obat yang mereka buat.
Kelima, senantiasa berdoa pada Allah swt. agar dimudahkan untuk selalu berkorban. Karena Allah swt. pemilik hati orang beriman sehingga dengan berdoa diharapkan hati kita senantiasa berada di barisan terdepan untuk memberikan kontribusi bagi kemenangan dakwah. Dengan berdoa dapat bertahan untuk memperjuangkan dakwah hingga akhir hayat kita.
“Ceriterakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): “Aku pasti membunuhmu!” Berkata Habil: “Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa”. (Al-Maidah:27)
Untuk meraih Pertolongan Allah
Sabtu, 22 Februari 2014
Jatuhnya Derajad Manusia karena Suap
Ahlan wasahlan sahabat yang baik hatinya , sedikit pemikiran saya untuk sahabat tentang RISYWAH /SUAP.
Risywah/Suap ( sogok) adalah suatu tindakan yang tidak terpuji dan sangat merugikan orang lain sedangkan mereka mengetahui keburukan sifat ini .seperti firman Allah :
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 188).
Dari Firman Allah diatas jelas mengatakan kata larangan , tetapi sayangnya sebahagian dari kita mengabaikan larangan ini , terlalu menikmati dunia dan tidak mempedulikan sesama keserakahan telah membutakan hati dan menulikan telinga serta mengaburkan hak hak orang yang membutuhkan , bukankah ini lebih kejam dari membunuh ??
Dalam hidup bermasyarakat kita selalu mendengar dan menyaksikan praktek praktek "kotor" yang dilakukan pejabat pemerintahan maupun swasta untuk memuluskan sesuatu . Tentunya dengan menerima ataupun memberi risywah / suap , mereka sebagai pelaku bukanlah orang yang tidak mengerti hukum agama maupun negara , namun hati dan telinga mereka sudah buta sehingga mengenyampingkan itu semua demi kepuasan duniawi , perumpamaan orang seperti ini disindir Allah dalam Aqur'an
Firman Allah:
maksud dari Firman Allah diatas jelas sekali seorang yang yang diberi ilmu dan mengetahui ilmu namun tidak mengamalkannya disindir Allah dengan perumpamaan seekor keledai , mengapa ? , karena keledai yang disebutkan di ayat mengerti akan beratnya pikulan tetapi tidak mengerti isi dari apa yang dia pikul , sifat keledai bersuara berteriak teriak ketika lapar dan haus dan diam ketika kenyang .
sungguh perumpamaan keledai ini sangat cocok dengan fenomena bernegara kita sa'at ini bukan ?? Na'udzubillah !!!
Dalam bernegara dan berpolitik seseorang dibebankan sebuah tanggungjawab besar untuk menjalankan amanah orang atau lembaga yang mereka pimpin mereka harus faham betul dengan konseksensi dari seorang yang diamanahkan rakyat , mengerti betul keinginan dan megaspirasikan nya bukam malah sebaliknya , membutuhkan masyarakat ketika ingin menjabat tetapi senyap dan sibuk mengumpulkan pundi pundi haram ketika menjabat sehingga lupa dengan janji janji yang ia suguhkan ke masyarakat , apakah ini disebut amanah ? . Na'udzubillah !!!
Sahabat , simak sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam ini :
Beliau juga bersabda, "Tidak boleh bagi kami memberikan contoh yang buruk."
Dari sedikit penjabaran diatas jelaslah sudah Derajad manusia yang meminpin suatu kaum akan jatuh dan lebih hina dari hewan Keledai dan anjing .
banyak contoh kasus , pejabat yang dihormati dan disegani punya segalanya berakhir di jeruji besi karena risywah / suap . derajat yang tadinya tinggi dikenal sepelosok negeri tiba tiba dijatuhkan Allah menjadi hina di balik jeruji , ini fakta !!!
Semua kembali kepada kita wahai rakyat yang mencari pemimpin dan wakil yang amanah ...
pilihlah yang berbuat tanpa pamrih dan mengerti betul apa yang menjadi aspirasi , jangan memilih mereka yang seperti keledai , berkoar koar dan bersilat lidah mengumbar janji janji tetapi setelah duduk mereka lupa , lupa dengan apa yang diamanahkan , lupa dengan tanggungjawab yang dia inginkan dahulunya , lupa segala galanya .
sahabat yang baik hati , terimakasih atas kunjungannya